Rss Feed
  1. Jauh sehingga Ditinggalkan

    Kamis, 27 Oktober 2011

    Tema   : Pelaksanaan Otonomi Daerah yang tidak sejalan dengan tujuan negara.

    Indonesia adalah negara demokrasi. Demokrasi adalah prinsip bangsa atau negara ini dalam menjalankan pemerintahannya. Semenjak awal bergulirnya era reformasi, demokrasi kian marak menjadi perbincangan seluruh lapisan bangsa ini. Demokrasi menjadi kosa kata umum yang digunakan masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya. Hal ini didasarkan pada pengertian demokrasi menurut Abraham Lincoln. Demokrasi menurut Abraham Lincoln adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

    Salah satu perwujudan dari sistem demokrasi di Indonesia adalah otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hal, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini otonomi daerah diatur menurut UU No. 32 Tahun 2004, peraturan ini merupakan revisi dari peraturan sebelumnya tentang otonomi daerah. Dengan demikian, masyarakat suatu daerah memperoleh kebebasan dalam mengatur dan membangun daerahnya. Dengan adanya otonomi daerah, pemerintahan indonesia di era reformasi ini berbanding terbalik dengan orde baru. Jika orde baru menerapkan sistem pemerintahannya secara sentralisasi kepada pemerintah pusat, maka pada era reformasi ini dengan adanya otonomi daerah, sistem pemerintahannya menjadi desentralisasi. Tujuan diberlakukannya otonomi daerah secara umum yakni agar pembangunan dan pembagian kekayaan alam di setiap daerah merata,  kesenjangan sosial antar daerah tidak mencolok, dan tidak adanya ketimpangan sosial. 

    Otonomi daerah sebenarnya telah dicanangkan pasca proklamasi kemerdekaan dengan dikeluarkannya UU No. 1 Tahun 1945. Akan tetapi, pelaksanaannya masih kurang tepat karena dalam kurun waktu 3 tahun belum ada perintah pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah. Pada masa orde baru, program otonomi daerah juga dicanangkan dengan munculnya peraturan-peraturan yang mengatur otonomi daerah itu sendiri, tetapi tidak sejalan yang diharapkan karena penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden Soeharto. Otonomi daerah mulai diberlakukan kembali pasca reformasi setelah lengsernya rezim orde baru.

    Dalam kenyataannya, otonomi daerah yang dalam hakikatnya merupakan suatu tujuan yang sangat baik bagi kemajuan bangsa ini, justru banyak sekali terjadi penyalahgunaan dalam pelaksanaannya, tidak hanya di tingkat pemerintah pusat melainkan di tingkat pemerintah daerah hingga unsur pelaksana lainnya dalam pelaksanaan otonomi daerah ini. Walaupun pemerintah sering menyuarakan program otonomi daerah ini di setiap sudut wilayah negara, namun pada kenyataannya pembangunan masih belum merata di setiap daerah di Indonesia. Berbagai cara dilakukan demi meratanya pembangunan dan kesejahteraan bangsa ini yang pada kenyataannya mendapatkan hasil yang kurang memuaskan bahkan nihil. Lalu, apakah ada yang salah dalam konteks otonomi daerah ini?

    Pelaksanaan otonomi daerah yang disalahgunakan mengakibatkan kekecewaan masyarakat daerah setempat. Kekecewaan masyarakat Indonesia terhadap ketidakpuasan pelaksanaan Otonomi Daerah rata-rata diwujudkan dalam bentuk hal negatif. Salah satu contohnya adalah kekecewaan masyarakat Papua terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah yang tidak sesuai harapan. Beberapa kasus muncul di Papua sebagai akibat kesalahan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, antara lain kasus Freeport dan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kasus Freeport adalah kasus mengenai suatu perusahaan tambang yang sudah sekian lama mengeruk kekayaan alam Papua, namun tidak berimbas baik bagi penduduk pribumi Papau, justru kehadiran PT. Freeport merugikan penduduk pribumi. Sedangkan kasus Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah kasus yang menginginkan penduduk pribumi Papua untuk lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan membentuk negara sendiri.

    Pada kasus freeport, pemerintah memberikan ijin kepada PT Freeport untuk melakukan kegiatan pertambangan di daerah Papua. Pemberian ijin dalam melakukan kegiatan pertambangan ini merupakan suatu bentuk kewenangan pemerintah daerah dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, guna membangun daerahnya. Dalam pemberian ijin ini pemerintah pusat pun terlibat. Adanya suatu industri di suatu daerah harusnya memberikan kemajuan bagi masyarakat sekitar, entah itu industri yang dijalankan bangsa Indonesia itu sendiri maupun bangsa luar. Dalam peraturan UU No. 25 Tahun 1999 Pasal 6 disebutkan “Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan sebagai berikut: a. Penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi yang berasal dari wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 85% (delapan puluh lima persen) untuk Pemerintah Pusat dan 15% (lima belas persen) untuk Daerah. b. Penerimaan Negara dari pertambangan gas alam yang berasal dari wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 70% (tujuh puluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 30% (tiga puluh persen) untuk Daerah”. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa demi kesejahteraan masyarakat sekitar, masyarakat berhak mendapatkan 15% bagian dari hasil yang diperoleh tambang tersebut. Jumlah sekian tentunya bisa membantu mensejahterakan ekonomi rakyat sekitar pertambangan. Namun kenyataannya, penduduk sekitar merasa dirugikan. Dalam suatu berita dimuat reaksi penduduk Papua terhadap ketidakpuasannya. Pada 14 Oktober 2011, serangan bersenjata menewaskan 3 karyawan PT Freeport Indonesia di Tanggul Timur. Serangan kembali terjadi pada 21 Oktober 2011 dan menewaskan tiga karyawan PT Kuala Pelabuhan Indonesia (merupakan perusahaan privatisasi PT Freeport Indonesia), yang tengah bekerja di Mile 40. Hal ini berkaitan karena penduduk Papua merasakan ketidak adilan dari PT Freeport dan pemerintah.

    Sebagai akibat dari rasa ketidakpuasan atau kekecewaan mendapatkan perilaku yang tidak adil, beberapa penduduk Papua menghendaki adanya negara baru, Organisasi Papua Merdeka (OPM). Beberapa aksi gencar diluncurkan demi mewujudkan keinginan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aksi yang sering mereka lakukan dalam menyampaikan aspirasinya adalah melalui mengibarkan bendera bintang kejora di berbagai wilayah Papua. Namun pemerintah Indonesia tidak tinggal diam menanggapi permasalahan ini. Aparat keamanan dikerahkan untuk menjaga kesatuan negara Indonesia ini dan menindak tegas segala oknum yang ikut campur dalam Organisasi Papua Merdeka (OPM).

    Sebab terjadinya berbagai konflik di Papua menurut Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin ada 4 faktor, yakni Pertama, masih adanya perbedaan persepsi masalah integrasi Papua dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menurut dia, pemerintah menganggap masalah Papua telah final sejak Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969. Kedua, adanya marjinalisasi terhadap penduduk asli Papua. Sayangnya, Hasanuddin tidak merinci bentuk marjinalisasi tersebut. Ketiga, masih adanya pelanggaran HAM yang terus terjadi kendati memasuki era reformasi. Keempat, masalah otonomi khusus (Otsus) yang dianggap masyarakat Papua tak jalan. Hasanuddin berpendapat semua masalah tersebut tercermin dalam kehidupan sehari-hari.

    Dengan demikian masalah Otonomi Daerah dalam pelaksanaannya perlu ditinjau kembali demi pemerataan kesejahteraan bangsa ini. Pemerintah pusat mampu memberikan wewenang sepenuhnya kepada pemerintah daerah, akan tetapi tidak lepas tanggung jawab sepenuhnya dan selalu memberikan pengawasan. Dan peran seluruh masyarakat Indonesia dalam pelaksanaan Otonomi Daerah yang benar sangat dibutuhkan.

    Referensi:
    • Yasni, Sedarwati. (2010). Citizenship. Bogor. Penerbit Media Aksara.
    • Republik Indonesia. (1999). Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Dana Perimbangan. Sekretariat Negara. Jakarta
    • Lukmancoroners.blogspot.com. (2010). Menurut Abraham Lincoln Demokras. [online]. Available from: lukmancoroners.blogspot.com/2010/01/menurut-abraham-lincoln-demokrasi.html. [Accessed at: 23 Oktober 2011].
    • Okezone.com. (2011). Rusuh Papua Dendam yang Tak Tuntas. [online]. Available from: news.okezone.com/read/2011/10/26/337/520432/rusuh-papua-dendam-yang-tak-tuntas. [Accessed at: 26 Oktober 2011].
    • Okezone.com. (2011). Empat Permasalahan Pemicu Gejolak Papua. [online]. Available from: news.okezone.com/read/2011/10/22/337/519053/empat-permasalahan-pemicu-gejolak-papua. [Accessed at: 26 Oktober 2011].

  2. 0 komentar:

    Posting Komentar